Suatu
kali Nabi SAW ditanya oleh para sahabat. Kenapa engkau maafkan dan
bahkan mendoakan kebaikan bagi orang-orang yang melukai di kala
perang uhud? Padahal kala itu engkau terluka sampai gigi pecah.
Nabi menjawab,”aku diutus bukan untuk melaknati orang, tetapi aku
diutus sebagai pembawa rahmat dan risalah dakwah.”
Nabi
SAW sungguh pemaaf. Nabi bersabda,”Sesungguhnya Allah itu pemaaf
dan suka memaafkan.” Di lain hadits Nabi bersabda,”Barangsiapa
memberi maaf ketika dia mampu membalas, maka Allah akan mengampuni dia di saat kesukaran”. Beliau bersabda,”Bahwa orang yang memberi
maaf pada orang yang mendzaliminya karena mengharap ridho Allah, maka
Allah akan menambah kemuliaan kepadanya di hari akhirat.”
Berbeda
dengan sebagian umatnya. Untuk menjadi pemaaf itu sungguh tak mudah.
Jika salah, sulit meminta maaf, ketika benar, lebih sulit lagi untuk
meminta maaf. Lebih terbiasa memelihara dendam kesumat dan
mengawetkan amarah dalam hubungan dengan sesama. Segala hal hanya
diukur dari rasio dan rasa, yang sesungguhnya tidak memberikan nilai
positif bagi diri sendiri. Sebab dendam dan amarah atas kesalahan
orang lain itu jika terus diperlihara hanya menyiksa diri sendiri.
Orang
yang sulit meminta maaf padahal salah akan menyiksa batinnya sendiri.
Selama hidupnya akan dikejar rasa bersalah sekaligus menjadikan
hatinya tidak tentram. Memang tidak mudah meminta maaf, karena
merasa diri akan jatuh. Lebih-lebih manakala harus meminta maaf
kepada orang dipandang rendah atau lebih bawah. Gengsi dan perasaan
akan hilang kehormatan diri menyelinap dalam batin, sehingga timbul
rasa angkuh untuk meminta maaf. Apalagi jika dalam relasi yang
terjadi, pihak yang dimintakan maaf itu ada unsur salahnya, sehingga
makin enggan meminta maaf.
Lebih
sulit lagi orang memberi maaf. Pada umumnya orang yang memberi maaf
itu posisinya di atas. Dia benar dihadapan orang lain yang salah.
Berbagai dalih dan perasaan apa pun sering memperkuat sikap akngkuh
untuk memberi maaf pada orang yang bersalah terhadapa dirinya. Rasa
sakit, terluka, terugikan dan segala hal yang ada dalam rasa
dikapitalisi sehingga tidak mau memaafkan orang lain. Energi batin
yang positifpun rela dilepas demi menjaga perasaan diri yang serba
sakit. Diri akhirnya sebenarnya tersiksa. Padahal jika berani dan
ikhlas melepaskan sangkar besi rasa yang bergolak untuk menjadi
pemaaf maka selain akan membebaskan belenggu ruhani menuju pada
kelapangan, Allah pun akan memberi berkah.
Permaafan
(al-`afwu) menurut Al-Hufy ialah memberi maaf atau ampunan terhadap
kesalahan orang lain tanpa rasa benci atau sakit hati, serta tidak
ada keinginan untuk membalas padahal dirinya mampu membalasnya.
Perbuatan memberi maaf ialah tindakan orang yang benar berhadapan
dengan orang salah, karenanya menjadi lebih mulia. Meminta maaf
merupakan perbuatan terpuji karena mengakui diri salah dan ingin
bebas dari rasa dosa. Namun, memberi maaf jauh lebih terpujikarena
dalam posisi yang benar dirinya berlapang hati untuk memberi maaf
kepada orang yang berbuat salah kepada dirinya, sehingga derajatnya
lebih tinggi.
Pemaaf
merupakan sifat utama dalam menjalin hubungan dengan sesama. Hidup
dengan orang lain tidak akan bebas dari masalah yang tidak
menyenangkan. Akan selalu adal sikap orang lain yang menyakiti,
melukai dan berbagai tindakan yang tidak menyenangkan. Ketika kita
berbuat baik sekalipun, tidak jarang ada orang lain bersifat negatif
atau tidak baik terhadap kita, lebih-lebih manakala berbuat keburukan
terhadap sesama. Manusia tempatnya salah dan khilaf, yang perbuatan
salah dan khilaf itu sering berdampak pada orang lain.
Dalam
kehidupan yang tidak lepas dari masalah itulah maka setiap muslim
diajarkan untuk memberi maaf, selain meminta maaf. Menjadi pemaaf
merupakan tindakan mulia, sebagaimana firman Allah dalam Alquran,”Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langi dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik diwaktu
lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan kesalahan orang lain. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan.”(QS Ali Imran:133-134)
sumber :
koran republika,
Post a Comment
Post a Comment
Jangan lupa komentar