oleh : Salim A. Fillah
***
Justru keagungan para Rasul itu terletak pada kemampuan mereka menyikapi perintah yang belum tersingkap hikmahnya dengan iman. Dengan iman. Dengan iman. Berbeda dengan Khidzir yang diberitahu skenario dari awal hingga akhir atas apa yang harus dia lakukan –ketika mengajar Musa-, para Rasul seringkali tak tahu apa yang akan mereka hadapi atau terima sesudah perintah dijalani. Mereka tak pernah tahu apa yang menanti di hadapan.

Yang mereka tahu hanyalah, bahwa Allah bersama mereka.
Nuh yang bersipayah membuat kapal di puncak bukit tentu saja harus menahan geram ketika dia ditertawai, diganggu, dan dirusuh oleh kaumnya. Tetapi, sesudah hampir 500 tahun mengemban risalah dengan pengikut yang nyaris tak bertambah, Nuh berkata dengan bijak, dengan cinta, “Kelak kami akan menertawai kalian sebagaimana kalian kini menertawai kami.”
Ya. Nuh belum tahu bahwa kemudian banjir akan tumpah. Tercurah dari celah langit, terpancar dari rekah bumi. Air meluap dari tungkunya orang membuat roti dan mengepung setinggi gunung. Nuh belum tahu. Yang ia tahu adalah ia diperintahkan membina kapalnya. Yang ia tahu adalah ketika dia laksanakan perintah Rabbnya, maka Allah bersamanya. Dan alangkah cukup itu baginya. ‘Alaihis Salaam..
Ibrahim yang bermimpi, dia juga tak pernah tahu apa yang akan terjadi saat ia benar-benar menyembelih putera tercinta. Anak itu, yang lama dirindukannya, yang dia nanti dengan harap dan mata gerimis di tiap doa, tiba-tiba dititahkan untuk dipisahkan dari dirinya. Dulu ketika lahir dia dipisah dengan ditinggal di lembah Bakkah yang tak bertanaman, tak berhewan, tak bertuan. Kini Isma’il harus dibunuh. Bukan oleh orang lain. Tapi oleh tangannya sendiri.
Dibaringkanlah sang putera yang pasrah dalam taqwa. Dan ayah mana yang sanggup membuka mata ketika harus mengayau leher sang putera dengan pisau? Ayah mana yang sanggup mengalirkan darah di bawah kepala yang biasa dibelainya sambil tetap menatap wajah? Tidak. Ibrahim terpejam. Dan ia melakukannya! Ia melakukannya meski belum tahu bahwa seekor domba besar akan menggantikan sang korban. Yang diketahuinya saat itu bahwa dia diperintah Tuhannya. Yang ia tahu adalah ketika dia laksanakan perintah Rabbnya, maka Allah bersamanya. Dan alangkah cukup itu baginya. ‘Alaihis Salaam..
Musa juga menemui jalan buntu, terantuk Laut Merah dalam kejaran Fir’aun. Bani Israil yang dipimpinnya sudah riuh tercekam panik. “Kita pasti tersusul! Kita pasti tersusul!”, kata mereka. “Tidak!”, seru Musa. “Sekali-kali tidak akan tersusul! Sesungguhnya Rabbku bersamaku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” Petunjuk itupun datang. Musa diperintahkan memukulkan tongkatnya ke laut. Nalar tanpa iman berkata, “Apa gunanya? Lebih baik dipukulkan ke kepala Fir’aun!” Ya, bahkan Musa pun belum tahu bahwa lautan akan terbelah kemudian. Yang dia tahu Allah bersamanya. Dan itu cukup baginya. ‘Alaihis Salaam..
Merekalah para guru sejati. Yang kisahnya membuat punggung kita tegak, dada kita lapang, dan hati berseri-seri. Yang keteguhannya memancar menerangi. Yang keagungannya lahir dari iman yang kukuh, bergerun mengatasi gejolak hati dan nafsu diri. Di jalan cinta para pejuang, iman melahirkan keajaiban. Lalu keajaiban menguatkan iman. Semua itu terasa lebih indah karena terjadi dalam kejutan-kejutan. Yang kita tahu hanyalah, “Allah bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.”
***
Nuh belum tahu bahwa banjir nantinya tumpah
ketika di gunung ia menggalang kapal dan ditertawai
Ibrahim belum tahu bahwa akan tercawis domba
ketika pisau nyaris memapas buah hatinya
Musa belum tahu bahwa lautan kan terbelah
saat ia diperintah memukulkan tongkat
di Badar Muhammad berdoa, bahunya terguncang isak
“Andai pasukan ini kalah, Kau takkan lagi disembah!”
dan kitapun belajar, alangkah agungnya iman


sumber : 
1. https://www.facebook.com/sudakwah/posts/348622611986060
2. https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2fRPg1ftkJw5sfLL1bodnD4MKcWRyOeLRq8rWdazbJJYOtmwoKtMvQg2Sdr6JhGANqyZkMXDMPmSXH4lbp3EHTe-NzNUC8xZBxf2HwTeoEDyz2fNM8beGAoF9N6a-3zSNoTDeVLlL7OcJ/s1600/SELALU-BERSAMA-ALLAH.jpg