Ah, ternyata masih banyak saja yang mempermasalahkan kata-kata sejenis 'insya Allah' menjadi 'in syaa' Allaah'.
Pertanyaan saya :
Kenapa tulisan 'Allaah' (dengan 2 huruf a) hanya ada pada kalimat 'in syaa' Allaah' saja?
Kalo mau saklek, harusnya di semua keadaan ditulis dengan cara yang sama. Karena tidak ada bedanya antara Allah yang biasa kita sebut (dengan 1 huruf) dengan Allah yang terdapat dalam 'in syaa' Allaah' (dengan 2 huruf).

Kalo mau saklek, harusnya kita juga menulis 'Rasuulullaah', 'Abuu Bakrin Ashshiddiiq', 'Umar Ibnul Khaththaab', Al-Imam Asy-Syaafi'ii, Asy-Syaikh Muhammad Ibnu 'Abdil Wahhaab, sampai ke Asy-Syaikh Al-Albaanii.
Demikian juga dengan kata-kata seperti Al-Qur'an. Harusnya ditulis jadi 'Al-Qur'aan'
Ikhwan, menjadi 'Ikhwaan'
Akhwat, menjadi 'Akhawaat'
Ustadz, menjadi 'Ustaadz'
Malah yang tepat adalah 'Ustaadzun', atau 'Al-Ustaadzu'
Sehingga semestinya bila ada pamflet kajian, yang tepat untuk nama pemateri adalah -misalnya- :
Al-Ustaadzu 'Abdul Hakiim Ibnu 'Aamir 'Abdat -Hafizhahullaahu Ta'aalaa-
Belum selesai sampai di situ, kita juga harus sepakati dulu ; dalam beberapa lafazh yang dalam penyebutan di lisannya dengan huruf O, haruskah diseragamkan.
Misalnya : Allaah
Haruskah kita seragamkan menjadi 'Allooh'
Atau harus lebih jelas lagi menjadi 'Aulooh'
Malah jadi kacau dan ribet kan?
Makanya ga salah bila ada perkataan
المعروف لا يعرف
Sesuatu yang sudah diketahui, tak perlu diberitahukan/didefinisikan/dijabarkan lagi
Makanya biar ga ribet, belajar Bahasa Arab aja, biar tau bagaimana penulisan sebenarnya.
Makanya pula, teruslah belajar, biar ga ngeribetin yang sebenernya ga perlu diribetin.
via : Akhina al fadhil Erik Ben Shareef
sumber :
1.  https://www.facebook.com/tokoihya.jogja/posts/843477312342977?fref=nf
2.  https://ustazfathulbari.files.wordpress.com/2012/05/kewajiban_menuntut_ilmu_1.jpg