Seluruh penduduk Mekah memandang pernikahan Muhammad SAW dan Khadijah RA dengan gembira dan penuh rasa hormat. Semua undangan yang hadir berharap bahwa dari pasangan yang sangat ideal ini kelak lahir keturunan yang akan mengharumkan nama Quraisy. Para sesepuh dari kedua keluarga tahu bahwa Khadijah RA akan mendukung suaminya dengan kasih sayang dan harta berlimpah. Sebaliknya, mereka juga berharap bahwa Muhammad SAW yang bijak dan cerdas akan membimbing istrinya menuju kebahagiaan hidup.
Kehidupan berlanjut dan keikutsertaan suami istri itu dalam pergaulan yang baik dengan masyarakat membuat orang semakin menghormati mereka. Walau telah mendapat kehormatan demikian itu, Muhammad SAW tetaplah seorang yang rendah hati.
Bunda Khadijah RA pun wanita teladan yang terbaik. Beliau wanita yang penuh kasih, setia, dan menyerahkan seluruh hidupnya untuk suami tercinta. Bunda Khadijah RA juga wanita yang subur. Setelah 15 tahun berumahtangga, beliau melahirkan enam orang anak. Mereka adalah Ruqayyah, Zainab Ummu Kaltsum, Fatimah, Qasim, dan Abdullah. Namun, Qasim dan Abdullah wafat ketika mereka masih bayi. Sedangkan keempat anak perempuan yang lain tetap hidup hingga dewasa. Kita dapat membayangkan betapa sedihnya Muhammad SAW dan Bunda Khadijah RA.
Ketika pulang ke rumah dan duduk di samping Bunda Khadijah RA, Muhammad SAW sering melihat kesedihan di wajah istrinya itu. Saat itu, mempunyai anak laki-laki bagi masyarakat jahiliyah adalah hal yang amat penting dan dianggap sebagai sebuah kebanggaan. Sebaliknya, mempunyai anak perempuan adalah hal yang memalukan, bahkan banyak orang yang memilih mengubur bayi perempuannya hidup-hidup daripada memeliharanya.
Tentu saja, Muhammad SAW dan Bunda Khadijah RA tidak merasa malu memiliki anak-anak perempuan. Mereka menyayangi semua anak mereka tanpa pilih kasih. Apalagi putri bungsu mereka Fatimah, yang saat itu baru berusia lima tahun, adalah anak cantik yang sedang lucu-lucunya. Hanya saja, kehilangan dua anak laki-laki yang masih bayi merupakan derita yang berat bagi orangtua mana pun.
Suatu hati, keponakan Bunda Khadijah RA yang bernama Hakim bin Hizam membawa seorang budak laki-laki bernama Zaid bin Haritsah. Zaid dibawa ke rumah Bunda Khadijah RA dalam keadaan mengenaskan. Lehernya dibelenggu sehingga dia terpaksa merangkak seperti seekor kuda. Bunda Khadijah RA membeli Zaid dan memperlakukannya dengan baik.
Muhammad SAW amat menyukai Zaid. Apalagi ketika Zaid bercerita bahwa dia dijadikan budak dengan cara diculik. Lima belas tahun yang lalu, Zaid kecil sedang berjalan pulang bersama ibunya ketika datang para perampok gurun. Zaid disergap dan di bawa lari. Sejak itulah dia hidup sebagai seorang budak yang diperjualbelikan ke sana ke mari. Nasiblah yang membawa Zaid akhirnya tiba di pasar Ukazh, Mekah, tempat yang akan membawanya bertemu dengan Rasulullah SAW, orang yang amat Zaid cintai.
Melihat Muhammad SAW amat menyayangi Zaid, Bunda Khadijah RA memberikan Zaid kepada suaminya itu. Bunda Khadijah RA yang bijaksana mengerti bahwa suaminya menganggap.zaid seolah sebagai pengganti Qasim dan Abdullah yang telah tiada. Muhammad SAW segera memerdekakan Zaid.

‪#‎Muhammad‬ SAW Teladanku jilid 2

sumber :
1.  https://www.facebook.com/sudakwah/posts/387505754764412
2.  https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzHQdrV8zdU0pHyGXJz_U7SKjvQ77JjA30q-RHTz_36oXcwX-vCVSwWZbMmuWAKJJUovT8Gsx4M_EHAVklfR013_s7cou70V3FiiIdHeYZoeLB3lPv3wLnfhpsDfVGx9z3F_9O_Uypa4Ao/s1600/Tujuan+Pernikahan+Dalam+Membentuk+Keluarga+Sakinah+Mawaddah+Warahmah.png